Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan audit pemeriksaan besar-besaran (universe audit) terhadap anggaran penanganan dampak pandemi virus corona atau covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020.
Audit akan mulai dilakukan dalam beberapa hari ke depan setelah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini, Selasa (8/9).
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan audit ini berskala ‘semesta’ karena tidak hanya dilakukan pada pemerintah pusat dan daerah, namun juga lembaga lain, seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hingga BUMN.
Ia menilai audit perlu dilakukan agar akuntabilitas tetap berjalan, meski pemerintah perlu jor-joran melakukan belanja demi menjaga tingkat ekonomi masyarakat dan nasional.
“Penyelenggaraan anggaran tidak boleh mengesampingkan prinsip-prinsip bernegara dalam kondisi seperti apapun. Kita semua wajib patuh terhadap ketentuan perundang-undangan,” kata Agung saat Kick Off Meeting Pemeriksaan BPK di Istana Negara, Jakarta.
Agung melihat kebijakan penganggaran untuk penanganan dampak pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi bukan tidak mungkin menimbulkan masalah tata kelola di lapangan. Hal ini terindikasi dari hasil pengumpulan data dan informasi awal yang dilakukan BPK dalam kurang lebih tiga bulan terakhir.
“Permasalahan tata kelola dalam penanganan dampak pandemi covid-19 tidak saja soal penganggaran dan pelaksanaan pada tahap awal. Masalah tata kelola juga terkait dengan penanganan kesehatan sebagai sentral dari masalah dan program jaring pengaman sosial yang merupakan mitigasi risiko sebagai dampak pandemi,” ungkapnya.
Menurut Agung, hal ini mungkin terjadi karena pemerintah juga tidak memiliki pengalaman dalam menangani krisis kesehatan dan ekonomi akibat sebuah pandemi covid-19. Padahal, dampak dan risiko yang disebabkan dari pandemi corona sangat besar.
Khusus untuk jaring pengaman sosial, Agung melihat kelemahan pengelolaan anggaran mungkin muncul karena pemerintah juga tidak memiliki data yang handal dan kurang transparannya aparatur di daerah yang ditugaskan untuk melakukan pendataan dan distribusi bantuan sosial (bansos).
Belum lagi, ada kemungkinan tumpang tindih penyaluran bansos dari satu kementerian/lembaga dengan yang lainnya.
“Penanganan kesehatan dan program BPJS merupakan tahapan krusial yang dibutuhkan untuk pulih karena itu harus dikelola dengan cermat tapi juga tetap proaktif,” jelasnya.
Lebih lanjut, sambung dia, audit perlu dilakukan karena kebijakan pemerintah akan berimplikasi pada sektor keuangan dan lembaga keuangan lainnya.
Kebijakan pemerintah yang dimaksud adalah penerbitan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
“BPK sebagai lembaga negara dengan mandat konstitusional memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sangat memahami sikap dan kebijakan pemerintah, namun pada saat yang sama, BPK juga perlu mengambil sikap terkait risiko yang senantiasa timbul dalam setiap krisis,” terang dia.
“Bukti empiris menunjukkan bahwa krisis adalah sasaran empuk bagi para ‘free rider’ atau penumpang gelap yang melakukan kecurangan dengan memanfaatkan situasi kedaruratan, celah dalam regulasi, dan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power,” tutur dia.
Hanya saja, pemeriksaan ini cuma fokus ke penggunaan anggaran penanganan pandemi covid-19 dan PEN di tahun ini saja. Pemeriksaan akan dilakukan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan penggunaan anggaran, khususnya di jaring pengamanan sosial dan PEN.
“Tepatnya untuk tahun ini, untuk tahun selanjutnya akan kami lihat penilaian risiko lebih dulu. Tapi detailnya itu strategi dari pemeriksaan, tidak bisa kami jelaskan,” pungkasnya.
Leave A Comment